Pulau Kumala |
Sempat tertunda beberapa waktu acara
Family Gathering perusahaan kami akhirnya terlaksana. Sasaran kami adalah
Samarinda dan Tenggarong dari tanggal 16-17 Sepetember 2016, kurang lebih tiga
jam dari kota Balikpapan. Diluar perkiraan, peserta membludak, tentu kami
sangat gembira. Karena pada hakekatnya Family Gathering mengumpulkan anggota
keluarga dalam sebuah kegembiraan, melepaskan sejenak rutinitas kerja, berbaur
dalam nuansa kekeluargaan antara karyawan dengan anggota keluarga karyawan dan
sarana memperkuat solidalitas karyawan dengan membentuk team buliding yang
hebat.
Kumala "Samosir" di Tengah
Mahakam
Kami meninggalkan hiruk pikuk
Samarinda dengan kepadatan merayap serta senyum Mahakam yang bersahabat. Tujuan
kami adalah Tenggarong, ibukota Kutai Kartanegara. Dua bus dan tiga MPV melaju
dengan gesit dijalanan mulus yang menghubungkan Samarinda dan Tenggarong.
Setelah 30 menit perjalanan kami akhirnya tiba di tepian Mahakam yang lain,
disambut jembatan Mahakam 2 dan tatapan Lembuswana dari kejauhaan, kota
Tenggarong bak putri yang terus bersolek. Legenda Lembu Swana begitu meresap
dalam semangat Rakyat Kutai Kartanegara. Jembatan Mahakam 2 atau Jembatan Kutai
Kartanegara pernah roboh di tahun 2011 dan berhasil dibangun kembali di tahun
2014.
Laju kami tertuju
pada pulau yang berada di tengah sungai Mahakam, pulau Kumala. Pulau Kumala
yang seluas 76 ha ini dibangun sejak tahun 2000. Dulunya Kumala dirancang
menjadi destinasi wisata yang beragam, kami masih menjumpai sisa kejayaan
wisata di pulau ini. Akses ke pulau tersebut relatif bagus, sebuah jembatan
penyeberangan yaitu jembatan Repo-Repo menghubungkan Tenggarong dengan Pulau
Kumala.
Boleh jadi masa kejayaan pulau ini telah hilang, suatu yang sangat
disayangkan. Sangat disayangkan beberapa spot wisata di Kumala kurang mendapat
perhatian bahkan tidak beroperasi seperti Sky Tower yang bisa melihat keindahan
kota Tenggarong dari menara setinggi 100 M, resort dan cottage yang
terbengkalai, yang tersisa bangunan tua yang tidak terawat dan rumput yang
meninggi. Kabarnya akan dibangun waterboom dan mini zoo di kawasan tersebut.
Investornya sudah siap. Kita tunggu saja.
Seorang
warga bertanya kepada saya "dari rombongan mana pak". "Oh kami
dari perusahaan Kalla group milik pak Jk" jawab saya, "oh punya pak
Jk" sahutnya, dia lantas berbisik kepada teman-temannya, sudah jarang
rombongan besar datang ke tempat ini. Setelah puas mengelilingi pulau Kumala
dengan merekam beberapa pose narsis, kami tinggalkan pulau Kumala siang itu
dengan suhu udara sangat panas. Kalau Danau Toba punya pulau Samosir ditengah
danaunya maka sungai Mahakam punya pulau Kumala. Setelah makan siang dan shalat
di masjid Agung Tenggarong kami menuju museum Mulawarman.
Lembu Swana
Mitologi Yang Tetap Hidup
Museum
Mulawarman merupakan istana Kesultanan Kutai Kartanegara yang dibangun kembali
pada tahun 1963. Museum ini tidak jauh dari masjid agung dan berada tepat di
depan sungai Mahakam. Tiba di museum, kami disambut patung Lembu Swana. Lembu
Swana merupakan hewan mitologi, penampakannya unik; badan mirip kuda, bersayap
seperti burung, memiliki taring layaknya harimau, belalai layaknya gajah dan
bertaji dan berkukuh seperti ayam. Patung Lembu Swana di depan museum berwarna
keemasan merupakan karya arsitek Burma di tahun 1900. Lembu Swana merupakan
lambang Kutai Kartanegara.
Di dalam museum
dijumpai banyak foto dan melodrama kehidupan Kutai dari jaman Hindu hingga
zaman Islam ketika kerajaan Kutai yang merupakan kerajaan Hindu tertua di
Indonesia berubah menjadi Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Juga
terdapat keramik yang berasal dari China, Jepang dan Thailand serta peninggalan
zaman kolonial Belanda. Selain itu terdapat replika candi Borobudur dan
prambanan dalam museum, entah apa maksudnya! lebih baik jika yang replika lokal
Kalimantan yang dimunculkan. Selain Pulau Kumala dan Museum Mulawarman, Kutai
Kartanegara masih memiliki obyek wisata alam dan sejarah yang layak di
kunjungi, sayangnya waktu membatasi langkah kamu menjelajah lebih dalam tanah
legenda di Borneo.
Saya kagum atas keseriusan pemerintah lokal di
Kukar dan Kaltim mendesain Tenggarong dan Sekitarnya menjadi obyek wisata
bernilai jual. Terutama kemasan wisata budaya dan sejarahnya mengundang decak
kagum banyak pelancong. Dibandingkan dengan daerah saya di Sulawesi, sebenarnya
kehebatan sejarah Kutai tidak semegah sejarah dan budaya lokal di Tanah Luwu,
Mulai dari sejarah Legenda berupa kisah Lagaligo dengan alur kisah memukau
hingga kisah heroik zaman kemerdekaan. Saya berharap orang-orang di kampung saya
jelih melihat peluang wisata budaya dan sejarah. Dan segera mengkemasnya
menjadi sebuah jualan wisata yang memikat.
Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar