28 Mar 2014

Melacak Jejak Kristen di Tanah Bugis

Seorang kawan saya bercerita dengan penuh keheranan, bahwa dia berteman dengan seorang Bugis yang beragama Kristen. Dia dan seperti hampir semua orang Bugis percaya bahwa agama orang Bugis adalah Islam. Sejak lama orang Bugis dikenal sebagai pemeluk Islam yang taat. Mereka juga adalah penyebar islam ke beberapa daerah di nusantara. 

Tidak berlebihan jika daerah ini dijuluki sebagai Serambi Madinah. Memang benar hampir seratus persen orang Bugis beragama islam, kecuali sekelompok kecil komunitas yang beragama Kristen dan Kepercayaan Toloatang. Menarik untuk menelusuri jejak keberadaan orang Bugis Makassar beragama Kristen di Serambi Madinah.

13883806511952692967
Gereja Katolik di Soppeng yang bergaya rumah panggung Bugis (http://blogpgmks.blogspot.com)
Saya tidak sekaget dengan kawan itu, karena sejak lama saya sudah mengetahui ada sekelompok Bugis asli, berbahasa Bugis dan bernama Bugis yang beragama Kristen. Secara umum di tanah Bugis Makassar terdapat tiga wilayah yang menjadi pusat komunitas Kristen Bugis-Makassar yaitu di Soppeng, Gowa dan Selayar. Disaat 1,5 Milyar orang Kristen melantunkan kidung suci dai hari Natal lalu, terdapat sekelompok kecil orang Bugis Makassar melafazkan kidung suci untuk puang Isa. 

Jejak Kristen Mendahului Islam

Sebelum islam masuk dan menjadi agama mayoritas di bumi para Passompe (saudagar pelaut), agama Kristen lebih dahulu menancapkan pengaruhnya. Sejarah mencatat bahwa pada tahun 1544 agama Kristen masuk dan diterima oleh datu Suppa dan kemudian raja Siang juga dibaptis. Penerimaan penguasa Suppa dan Siang terhadap ajaran Katholik kemungkinan juga dipengaruhi oleh kepentingan politis. Dari arah selatan pengaruh kerajaan Gowa yang sangat kuat sedangkan dari utara pengaruh kerajaan Luwu masih mengakar kokoh, kedua kerajaan besar ini masih menganut kepercayaan Patturiolong. Dua kerajaan tersebut berharap dukungan militer dari Portugis.
13883811252092109320
Injil berbahasa Makassar (gambar:http://gkss-mattirobaji.blogspot.com/)
Dalam buku Manusia Bugis Druce maupun Christian Pelras menuliskan bahwa tak mudah menaklukkan hati para bangsawan Bugis yang masih memeluk kepercayaan patturioloang berdasar mitologi Tomanurung yang merekat kuat sebagaimana bisa ditemukan dalam epos La Galigo. Namun, diskusi teologis yang berlangsung antara de Paiva dengan Datu Suppa La Putebulu dan Raja Siang (tak disebutkan namanya) menyiratkan adanya “penyesuaian” antara dua kepercayaan itu. Selama kurang lebih tiga tahun (1544-1547) kurang lebih 300 ribu rakyat di dua kerajaan tersebut menjadi pemeluk Kristen.

Penyebaran agama Kristen kemudian berhenti total di kawasan Siang dan Suppa (sekitar Ajatappareng sekarang) seiring dengan mundurnya portugis dari negeri Bugis Makassar. Perang panjang Portugis di Malaka, Aceh hingga Maluku membuat energi Portugis di nusantara menjadi terkuras, sehingga perhatiannya atas wilayah Siang dan Suppa berkurang. Disamping itu Portugis setengah hati membantu dua kerajaan tersebut. Tidak begitu lama, sekitar tahun 1603 agama Islam masuk dibawa oleh mubalig dari tanah Minang. Dan dalam waktu singkat, Islam menyebar luas ke seluruh negeri Bugis Makassar, hanya wilayah Toraja dan Mamasa yang luput dari Islamisasi.

Selepas perginya Portugis, tidak terdapat tanda-tanda orang Bugis Makassar yang beragama Kristen. Kristen kembali hadir bersamaan dengan datangnya Belanda abad ke-19 melalui B. F. Matthes, namun ahli bahasa dari Lembaga Alkitab Belanda ini lebih berjasa mempetkenalkan dan melestarikan warisan budaya Bugis daripada membawa orang Bugis kepada Kristen. Baru pada tahun 1930-an dan awal 1940-an beberapa bangsawan Bugis di daerah Barru dan Soppeng tertarik pada Injil terkait dengan ramalan-ramalan mesianis Petta Barang, seorang tokoh religius setempat. Mereka bersama kelaurga dan banyak pengikutnya dibaptis.

Kristen di Jaman Sekarang

Di halaman depan salah satu blog milik Persekutuan Generasi Muda Kristen Soppeng (PGMKS) kita menjumpai susunan pengurus PGMKS, dari nama-nama tersebut jejak Bugis asli masih kelihatan. Nama-nama seperti Pdt. Armin Sukri Kanna, tanpa embel-embel pendeta didepan namanya semua orang pasti mengira mereka muslim. Lalu ada nama Bugis seperti Mulyadi Masse atau Emza Zainuddin. Di Soppeng komunitas Kristen Bugis terdapat di tiga tempat yaitu di Watan Soppeng, di Woddi kecamatan Marioriwawo terdapat satu gereja dan di Pacongkang kecamatan Liliaraja. Salah satu tokoh Kristen dari Soppeng yang  terkenal adalah Letjen (Purn).Theo Syafei salah satu kader PDI-P.

13883810231087928737
peta kabupaten Soppeng (gambar: myvilalge.web)

Bugis Kristen juga bisa dijumpai di daerah Moncongloe, kabupaten Gowa. Dahulunya daerah ini menjadi tempat tahanan politik (Tapol) PKI. Setelah kompleks tapol dibubarkan maka sejumlah warga Kristen menetap di Moncongloe dan keluarganya datang bergabung. Kristen juga bisa ditemui di daerah pegunungan disekitar Malino, mereka adalah penduduk asli Makassar yang berpindah agama. Sedangkan di Selayar (sebuah pulau diselatan Sulawesi) pemeluk Kristen dari suku Makassar adalah bekas penganut ajaran Muhdi Akbar yang sesat. Setelah pemerintah membekukan ajaran ini, para pengikutnya beralih ke agama Islam, Kristen dan Hindu. Di Pulau Selayar terdapat beberapa gereja yang jemaatnya dari suku Makassar dengan jumlah sangat kecil.

Sebuah gereja di Makassar sengaja mengambil nama dari bahasa Makassar, namanya gereja Mattiro Baji yang artinya melihat (mattiro) kebaikan (baji). Salah satu tokoh gereja ini adalah Pdt. M.Umar Kasau Kanna, dari namanya bisa ditebak berasal dari Bugis Makassar. Gereja ini multi etnis termasuk sekelompok jemaatnya dari suku Bugis Makassar. Ketua Majelis gerejanya juga bernama Bugis Makassar Pnt. Drs. Ruslan Djalang.

Satu Leluhur

Secara total dari sekitar 4,5 juta suku Bugis dan Makassar di Sulsel, 98% lebih adalah pemeluk Islam dan menyisahkan kurang 1% diantaranya beragama Kristen. Berbeda dengan Suku Toraja yang identik dengan Kristen, jumlah orang Islam dari suku Toraja yang berdiam di Kabupaten Toraja dan Toraja Utara bisa mencapai 5%. Bahkan diluar Toraja, di daerah Luwu jumlah Toraja Muslim lebih banyak dari Kristennya perbandingannya 70:30. Saya sendiri seorang Muslim dari Suku Toraja. Membahas agama dan suku Toraja memang sangat beragam dan unik, saya akan tulis dilain kesempatan.

Apapun agamanya, orang Bugis, Makassar, Toraja dan Mandar merupakan satu kesatuan persaudaraan. Mereka berasal dari satu leluhur yang sama, Tomanurung. Perbedaan tidak membuat sekat diantara penganutnya melainkan saling mempererat tali persahabatan. Perbedaan adalah rahmat.

Salam

referensi: diolah dari berbagi Sumber

Merajut Simpul Sejarah antara Luwu dan Majapahit


13931515504036527 

Dalam kunjungannya ke Tana Luwu, Presiden SBY mendapat gelar adat yaitu Anakaji To Appamonang Ri Luwu yang bermakna Pangeran Mulia, Sang Pengangkat Martabat di Luwu. Sedangkan Ibu Ani mendapat gelar We Tappa Cina Warawarae Ri Majapai yang bermakna putri cina yang berwajah bersinar cemerlang dari Majapahit. Saya tidak ingin mengulas lebih dalam tentang proesi gelar adat buat SBY dan ibu Ani. Yang ingin saya tulis disini adalah hubungan historis antara Luwu dengan Majapahit pada suatu masa yang silam dengan kisah Anakaji (Datu Luwu).

Menurut ahli sejarah dari Unhas, Anakaji merupakan datu luwu ke-4 yang memerintah sekitar tahun 1293 sampai  1330, dimana penyebutan tahun masih diperdebatkan.  Anakaji merupakan putra dari Simprusiang, Simprusiang sendiri adalah datu Luwu ke-3 yang menikah dengan Pattiang Jala. Menurut sumber dari tana Sanggala ( sesuai dengan cerita nenek saya) bahwa dari pernikahan Simprusiang dengan Pattiangjala melahirkan 3 putra masing-masing yaitu Patala Merang (Patala MEa, versi Luwu) tinggal di Gowa menjadi “Somba” (suami Ratu) dengan,  Patala Bunga (Ana’kaji, versi Luwu) menjadi “Pajung” di Luwu,  Patala Bantang tinggal di Leponna Bulang bersama Laki’ Padada (ayahnya). Dari ketiga putra ini yang menjadi cikal bakal penguasa di Jazirah Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Gorontalo hingga Sulawesi Tenggara.

Anakaji ketika dewasa menikah dengan putri Majapahit yang punya paras seperti putri Cina. Kisah pernikahan mereka terdapat dalam lontara berbunyi:

na iya manurungnge ri majampai, (Adapun yang muncul di Majapahit,) iyana riaseng Selamalama (dinamakan Selamalama) iyana siala Batara Weli (yang kawin dengan Batara Weli) najaji Tappacina (maka lahir lah Tappacina/berparas cina) iyana siala Anakaji (dia lah ini yang kawin dengan Anakaji)

Menurut sejarahwan HD. Mengemba bahwa Istri Anakaji bersaudara dengan Swan Leong yang bersaudara tiri dengan ratu Suhita yang mewarisi tahta Majapahit setelah Wikrawardhana mangkat.
Tidak banyak yang mengetahui bahwa sejak lama Luwu sebagai kerajaan terbesar pra Islam di Sulawesi punya hubungan kekerabatan dengan Majapahit yang pada masa itu merupakan kerajaan terbesar di pulau Jawa. Lalu apa yang mendorong kedua kerajaan ini membuat aliansi, salah satunya adalah kepentingan ekonomi. Majapahit membutuhkan sebuah benda yang sangat berharga dari Negeri Luwu yaitu BESI. 


Menurut Iwan Sumantri, besi Luwu sangat populer karena adanya kandungan nikel yang membuat kualitas besi menjadi ringan dengan titik didih yang rendah. Besi dengan campuran kandungan nikel menjadi bahan baku yang bagus untuk pembuatan keris. Di Nusantara besi itu disebut Pamoro Luwu.

Pada abad 11 hingga 15, Luwu mengekspor besi ke kerajaan Majapahit. Saat itu Majapahit membutuhkan besi dalam jumnlah besar untuk ekspansi militer mereka ke Sumatera, Kalimantan dan Sunda Kecil. Hal tersebut diperkuat oleh Penelitian DR. Anthony Red menyatakan bahwa besi di Majapahit berasal dari besi Luwu. Yang mengindikasikan bahwa antara Kerajaan Luwu dan Majapahit pernah menjalin hubungan bilateral. Nama Pulau Sulawesi konon berasal dari dua kata Sula (pulau), wesi (besi).

1393151671910461859
Lambang negara Malaysia dengan lima keris yang mirip dengan keris Luwu

Salah satu Mpu atau pandai besi yang terkenal pada masa kerajaan Majapahit bernama Mpu Luwuk. Mpu Luwuk terkenal mampu membuat keris yang kuat dan tidak tertandingi. Kedatuan Luwu tidak bisa terlepaskan dari sejarah peleburan besi. Dan hingga kini dalam perut Luwu masih terkandung nikel dalam jumlah yang besar. Peleburan besi pada zaman dahulu dikeloloa disekitar dana Matano, kini sekitar daerah tersebut berdiri sebuah perusahaan Nikel internasional bernama PT. Vale Indonesia. 

Satu hal yang perlu diluruskan bahwa kedatangan balatentara kerajaan Majapahit seperti yang tertulis dalam teks Negarakertagama karya Mpu Prapanca adalah untuk kepentingan ekonomi bukan ekspansi militer. Dan kerajaan di Suawesi tidak pernah dalam pengaruh kerajaan Majapahit. Sampai sekarang tidak satupun bukti arkelogi atau tulisan lontara yang menyebutkan telah terjadi perang antara Majapahit dengan kerajaan di Sulawesi pada masa itu.

Kehebatan keris Luwu tidak hanya sampai di pulau Jawa tetapi telah sampai ke negeri semenanjung Malaya. Keris Luwu mejadi koleksi berharga di negeri Melayu. Faktanya adalah sembilan dan empat belas raja/sultan yang memerintah Malaysia adalah keturunan dari bangsawan Luwu  yang berasal dari garis keturunan Anakaji (datu Luwu ke-4). Begitu besarnya pamor Keris Luwu (kawali) sehingga lambang kabupaten Luwu memakai gambar keris. Konon lambang negara Malaysia terdapat gambar lima keris yang mirip dengan keris Luwu, kelima keris menggambarkan lima opu dari tana Luwu yang dikenal dengan nama Opu Lima (Opu Daeng Parani, Opu Daeng Marewah, Opu Daeng Cella’, Opu Daeng Manambong dan Opu Daeng Kamase), wallahualam. Ini tidak berlebihan mengingat sejarah Malaysia yang pernah dipimpin oleh Opu Lima dari tana Luwu.

Kedatangan SBY bersama ibu Ani di istana Luwu membuka kembali lembaran sejarah masa silam, lembaran sejarah yang banyak dilupakan tentang hubungan dua kerajaan yaitu Majapahit dan Luwu pada suatu masa. Satu yang pasti sejak dahulu orang-orang Luwu di Sulawesi telah terikat tali persaudaraan dengan orang Majapahit di Jawa, benarlah sebuah ungkapan bahwa kita semua bersaudara terikat oleh pertautan sejarah, budaya dan darah.

Salam

Sumber:
http://tribinaallcrew.blogspot.com
http://lontaraproject.com
http://sejarahluwu.blogspot.com
http://forum.detik.com/maha-patih-gajah-mada
dan lain lain