18 September 2012 akan menjadi kenangan semur hidup saya, betapa tidak
di hari itu adalah kali pertama saya didaulat menjadi pasien rumah
sakit. Awalnya karena kondisi badan yang drop dimana kepala pusing
karena anemia yang akut, saya coba ke dokter berharap di beri satu resep
ampuh yang bisa menyembuhkan radang di lambung saya. Boro-boro dapat
resep, dokter langsung menganjurkan saya masuk UGD, tanpa berpikir
panjang malam itu saya pasrahkan diri menginap di rumah sakit.
Saya coba menenangkan diri dengan berupaya berpikir jernih dan yakin ada
rencana Tuhan yang sedang bermain. Dalam banyak hal, Tuhan sering
mengajari saya dengan kejadian yang langsung. Maka malam itu mata ini
sulit terpejam merenungi sakit dan hikmah dibaliknya.
Beruntung saya punya dua kartu askes, satu dari tempat kerja saya dan
satu dari istri. Karena IP/plan dari istri lebih baik maka saya memilih
memakai kartu askes dari kantor istri. Saya di rawat di RS. Ibnu Sina
milik yayasan Universitas Muslim Indonesia. Karena kelas VIP sudah penuh
maka untuk sementara saya di bantarkan di kelas 1 B di lt 3. Bersama
saya dalam ruangan itu penderita sakit lambung yang tidak bisa menelan
makan, setiap makan selalu muntah dan sering batuk-batuk. Syukur saya
hanya semalam berada di tempat itu, besoknya saya kembali di pindahkan
di lantai 2 kelas 1 A, lumayan bagus kamarnya luas dan untuk satu
pasien. Hasil diagnosis dokter HB darah saya anjlok sampai 4,4 padahal
normalnya sekitar 12. Untuk banyak kasus pemilik HB di bawah 5 sering
pingsan.
Penyakit radang/pendarahan lambung seringkali terjadi karena pola makan
yang salah. Padahal saya sadar dengan ayat Tuhan yang berbunyi “makan dan minumlah kalian tapi jangan berlebihan”. Berlebihan,
yah itu masalah yang membawa saya ke tempat ini, berlebihan ke ketika
memakan Lombok yang pedas, berlebihan ketika makan dll sehingga kerja
lambung menjadi berat.
Dokter pun menyarankan saya untuk transfusi darah, pihak RS meminta kami
mencari stok darah sendiri, stok darah di bank darah RS lagi kosong.
Sedangkan di PMI stok darah juga kosong. Istri saya bergerak cepat
dengan menghubungi teman-temannya via BBM. Hari itu kami mendapat kabar
bagus kalau ada 2 pendonor yang siap. Sayangnya ke-2 pendonor tadi
ditolak karena HB darahnya juga rendah dan satu lagi sedang haidh. Hari
pertama atau hari ke-2 di RS kami gagal mendapatkan darah.
Besoknya, kami mendapatkan kabar baik, ada 2 pendonor yang siap dan
mereka lolos pemeriksaan di PMI. Enaknya jadi peserta askes, kami tidak
mengeluarkan sepeser sen pun untuk menebus 2 kantong darah yang harganya
@ 250 ribu rupiah. Pihak RS yang membayar ke PMI. Setelah transfusi 2
kantong darah, HB saya kembali di periksa, hasilnya masih dibawah normal
yaitu 6.6. Dokter meminta transfusi 3 kantong darah lagi. Alhamdulillah
kali ini PMI punya stok darah untuk kami, kami dengan mudah mendapatkan
3 kantong darah. Total 5 kantong darah yang masuk ke tubuh saya seharga
1.250.000 rupiah.
Ketika transfusi darah saya ingat 2 minggu sebelum masuk RS saya pernah
mentraktir teman-teman kantor 250 ribu, dan kini Tuhan menggantinya 5
kali lipat yaitu 5 kantong darah yang satu kantongnya seharga 250 ribu.
Benarlah firman Tuhan, jika bersedekah maka Allah akan melipatgadakan
kebaikan. Dan Rasul pun bersabda bahwa “Sedekah tidak mungkin mengurangi harta”
Setelah 3 malam di RS, kami mendapatkan kabar kalau malam itu bisa
pindah ke kelas VIP di lantai 5. Padahal sebelumnya kami masih berada
pada antrian ke-5. Tapi karena hubungan baik RS dengan pihak asuransi
kami, maka kami mendapat prioritas utama. Saya ingat kerjasama antara RS
dengan asuransi itu terjadi sekitar tahun 2007 dan 2008 ketika itu saya
masih menjadi karyawan diperusahaan asuransi itu. Selama jadi karyawan
saya berusaha agar pembayaran ke asuransi itu selalu cepat. Ternyata
kebaikan kecil itu berbuah manis. Jika kamu menanam padi maka
akan tumbuh padi dan juga rumput disekitarnya, sebaliknya jika kamu
menanam rumput maka hanya tumbuh rumput, demikian perumpaan orang-orang yang berbuat kebaikan akan menghasilkan kebaikan yang lain. Peringatan Tuhan “janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui.”
Setelah 5 hari kondisi tubuh saya semakin bagus, HB darah juga sudah 10,
6 yang artinya dokter mengizinkan saya untuk di endoskopi. Endoskopi
adalah proses memasukkan kamera ke dalam tubuh untuk melihat kondisi
tubuh. Saya pernah dengar cerita teman yang habis di endoskopi, kalau
selang yang besarnya sebesar jari bukan di masukkan lewat mulut tapi
lewat (maaf) dubur. Untuk kasus saya endoskopi lewat mulut.
Saya coba untuk rileks, tapi selang yang masuk kedalam mulut terasa
berat ketika melewati kerongkongan. Beberapa kali saya ingin muntah,
kabel/selang tersebut terus saja dipaksakan masuk. Sekitar 30 detik saya
merasakan sesuatu yang tidak nyaman. Baru ketika kabel terasa sudah
masuk ke area perut saya merasa sedikit tenang. Sambil menahan sakit
saya melihat di TV gambar dalam perut saya. Sungguh hebat teknologi
sekarang, bagian dalam tubuh bisa di lihat langsung dengan jelas dan
berwarna. Kelihatan beberapa bagian yang luka seperti sobek. Saya ingat
firman Tuhan yang berbunyi “Kami akan perlihatkan tanda-tanda kebesaran kami di segenap ufuk dan dalam diri mereka, sehingga mereka dapat mengetahui dengan jelas bahwa Allah itu benar dan Maha Melihat segala sesuatu”. Ternyata dalam diri kita terdapat tanda-tanda kebesaran Tuhan salah satunya sistem pencernaan yang hebat dan teratur.
Selama satu pekan di rumah sakit, sisi spritualitas saya seperti sedang di recharge
dan di uji kembali. Paling berat adalah bagaimana tetap shalat dengan
kondisi terinfus mesti ke kamar mandi untuk membersihkan diri agar tetap
suci yang merupakan sahnya shalat. Saya pulang ke rumah dengan senyuman
karena telah menemukan kembali ayat-ayat Tuhan yang nyata bukan sekedar
tersav dan dihapal di kepala. Saat meninggalkan rumah sakit, melintas
sebuah ayat Tuhan “Maka Nikmat Tuhanmu yang manakah kamu dustakan”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar