Sang mentari mulai naik, jalan kota Makassar mulai ramai dengan lalu
lintasnya. Manusia dengan ragam kegiatannya mulai menyemut keluar rumah.
Sementara itu di keheningan pekuburan, seorang lelaki tua bersama
seorang anak muda tergopoh-gopoh memasuki area pemakaman. Ada ratusan
nisan di dalam kompleks itu, tapi lelaki tua itu sudah sangat mengenali
makam yang akan ditujunya. Tiba didepan makam, dia mengangkat kedua
tangannya, mulutnya komat kamit membaca doa sesekali tangannya memegang
batu nisan, sebuah tulisan kecil di nisan tertulis RAMANG.
Siang di tanggal 29 November 1956, wajah-wajah tegang dan cemas sedang
menghinggapi tim nasional Indonesia. Lawan berikutnya adalah Uni Sovyet.
Siapapun tahu Uni Sovyet adalah tim yang sangat kuat. Di sudut ruang
ganti Toni Pogacnik dengan sebatang cerutunya sedang mengamati secarik
kertas ditangannya, beberapa kali dia terlihat mencoret-coret kertas
tersebut.
Toni sedang mencari mukjizat bagaimana cara terampuh membendung kekuatan
Beruang Merah. Dia lalu memanggil semua tim untuk berkumpul.
Dengan pelan-pelan seperti seorang guru yang mengajarkan muridnya, Toni
menjelaskan strateginya. Indonesia bermain Grendel ala Catenacio Italia,
Maulwi Saelan dipercaya menjadi gawang Garuda, di depannya berdiri
empat bek sejajar yaitu: Rasjid, Siregar, Ramlan, dan Seek Kwee. di
tengah Toni mempercayai trio peranakan China Houw Tan, Liong Phwa dan
Tjiang Thio, tugas ketiganya menjaga kedalaman skuad Garuda membantu
pertahanan di luar garis 16 sedangkan di sayap Toni memasang Endang
Witarsa dan Ramang, ini sebuah kejutan Ramang yang asli penyerang tengah
di geser ke sayap.
“Ramang gunakan sprint mu, buat kejutan dengan shoot dari sisi sayap”
demikian instruksi Toni kepada Ramang. Penyerang tengah di percayakan ke
Ashari Danu, tugasnya memantulkan bola ke salah satu penyerang sayap.
“jangan biarkan Soviet itu masuk kotak 16 besar”
Sore itu, stadion Olimpiade Melbourne riuh dengan puluhan ribu penonton.
“Ini partai Goliath versus David” seru komentator dari corong radio
ABC.
“Lima gol sangat masuk akal, tiga dari Ryshkin dan dua untuk Salnikov” komentator lain menimpali
Anak-anak Garuda tahu mereka tidak diunggulkan, hingga melecut spirit mereka.
“Apapun yang terjadi dilapangan, kalian jangan menyerah, jangan mengeluh, buat Kamerad itu frustasi” Toni memberi samangat.
Satu persatu sebelas laskar Garuda muncul dilapangan, lagu Indonesia
Raya berkumandang dengan gagahnya. Sebagian besar pemain Garuda
menitikkan air mata, disaat bersamaan adrenalin mereka terpacu kencang.
Tiada wajah gentar yang terlihat di wajah Garuda, hanya Toni Pogacnik
yang sedikit cemas. Kontras dengan seterunya Gavril Kachalin yang
tersenyum lepas. “Ini pertandingan mudah” Kachalin membatin
Kick off dimulai, Sovyet melancarkan serangan cepat lewat duet striker
mautnya Ryschkin dan Salnikov tapi gelandang tengah garuda cekatan
menghalau serangan. Berkali-kali Sovyet mengancam lewat tengah dan
berkali kali pula Garuda mematahkan serangan mereka. Kaki kaki kecil
garuda tidak gentar bertarung dengan kaki para kamerad yang besar.
Sebuah shooting keras dari Ryshkin menghujam sisi kanan gawang garuda,
penonton harap cemas namun dengan sekali terbang diudara Maulwi menepis
tendangan Ryshkin. Kachalin berdiri dari kursinya seakan tidak percaya
bola itu tidak masuk. Penonton bersorak gembira.
Garuda bermain taktis, umpan pendek mulai diperagakan, setiap kali
Witarsa atau Ramang memegang bola penonton bersorak riuh, kedua pemain
sangat lincah berkali-kali pemain Sovyet terpaksa melanggar keduanya. Di
menit 26 sebuah benturan keras terjadi Tjiang Thio terkapar setelah
dihajar Anatoli Issaev, darah mengucur di kepala anak China ini. Tapi
Tjiang Thio tetap melanjutkan permainan, penonton memberi aplaus.
Kelihatan anak-anak Rusia mulai frustasi berkali-kali mereka bermain
kasar, sampai menit 35 sudah tiga kali sudah Maulwi sigap menyelamatkan
gawang garuda. Sedangkan gawang Lee Yashin belum terjamah tembakan.
Kachalin memerintah pemainnya menyerang dari sayap mengandalkan postur
pemain Rusia yang menjulang bak Jerapah. Pada suatu moment bola udara
didepan gawang Maulwi, dengan sekali sapuan Siregar mengirim bola ke
Witarsa dan kemudian dengan sekali sentuhan bola tersebut di oper ke
Ramang dari sisi kanan. Ramang si nomor 11 berlari sangat kencang, dia
dikawal ketat Igor Netto, bola masih memantul di tanah ketika dengan
gerakan tak terduganya dari sudut sempit Ramang menembak kearah gawang.
Lee Yashin bereaksi, Kachalin keringat dingin dipinggir bench pemain,
Untung Sovyet punya Yashin dia mampu menepis tendangan voli dari Ramang.
“Fantastic shoot and fantastic Save” ujar komentator ABC.
Sampai 45 menit pertama skor masih imbang 0-0. Wajah Kachalin kini
berubah, kerut diwajahnya bertambah banyak, dia tidak menyangka mendapat
perlawanan ketat padahal sehari sebelumnya mereka dengan mudahnya
mengalahkan Jerman Barat 2-1.
Ramang berusaha menahan sakit dikakinya, kaus kaki putih punya Ramang
berganti warna menjadi merah, darah segar mengucur dari kaki Ramang,
bukan hanya Ramang tapi Rasjid juga kakinya berdarah, beberapa kali bek
Garuda ini mensliding pemain Rusia di mulut kotak 16.
Kick off babak kedua dimulai, para Kamerad dengan postur dan fisik yang
kuat terus mengirimkan sinyal maut ke mulut gawang Garuda. Maulwi Saelan
si anak Makassar tampil memukau. Merasa tidak bisa menembus, pemain
Rusia mulai main kasar. Korban pertama adalah kiper Maulwi Saelan yang
dihajar sikut pemain Rusia. Maulwi terkapar, penonton yang sejak awal
mendukung Garuda terus memberi semangat” Give up…Give up” teriak
suporter.
“Indonesia main gagah berani, Rusia main kasar” seru salah satu wartawan di pinggir lapangan
Maulwi bangkit, Garuda bersemangat lagi, waktu terus berjalan, para
Kamerad mencoba jalan lain mereka mencoba menembak dari luar kotak
penalty. Sebuah tembakan keras di lakukan Igor Netto di menit 80
membentur bagan Siregar, Maulwi Saelan salah langkah bola seperti akan
masuk, tapi pas di mulut gawang berdiri Ramlan Yatim si anak Medan, dia
jadikan badanya sebagai perisai hidup, bola tidak jadi masuk memantul ke
luar lapangan, corner kick buat Sovyet. Kachalin mulai gusar beragam upaya gagal total.
Di menit-menit akhir permainan, umpan jauh dari Rasjid mengarah ke
Ramang, dengan sedikit gerak tipu Ramang menchip bola melawati satu bek
Rusia, tinggal berhadapan dengan Lee Yashin. Penonton histeris menanti
momen penting, disaat akan menembak ke gawang, baju kaos Ramang ditarik
oleh Igor Netto, Ramang terpeleset sebelum benar-benar jatuh kaki kiri
Ramang mengayunkan bola ke gawang Yashin.
Yashin tampil luar biasa, badannya seperti laba-laba yang sigap
menangkap semua mangsa yang hadir di depannya, bola Ramang bisa di
tepis. Ini peluang terakhir kedua tim. Pertandingan berakhir 0-0.
“Indonesia number eleven is very good” komentar penyiar Radio menutup
partai bersejarah sore itu. Sebuah perjuangan heroik. Di pinggir
lapangan Ramang yang kaosnya sobek menghampiri Adi wartawan Indonesia,
dia berujar bangga “tulis berita ini dan sebarkan ke seantero Indonesia,
kita bisa menahan Sovyet”
“Iya bang, besok pagi berita ini sudah sampai di Indonesia” kata Adi
Keesokan harinya, Adi datang sambil membawa sebuah Koran Prancis, mereka
menulis perjuangan Garuda dengan judul “mereka bukan sekedar bermain
bola, mereka adalah Warrior (Ksatria)”
Di kuburan itu, si kakek coba mengingat kembali peristiwa heroik di Melbourne.
“Kek, yang terbaring disini adalah Ramang yang legendaris itu yah?” Tanya Alif yang datang bersama kakek ke TPU.
“Iya Alif, dia adalah pahlawan hebat, saya saksi kehebatan Garuda di
Melbourne. Ketika itu kakek mu wartawan yang ditugaskan meliput ke sana”
“Mereka bermain membela bangsa dengan hati, tidak pernah mengeluh karena
makanan yang kadang terlambat, tidak mengeluh hanya karena tidur di mes
kecil, mereka tidak pernah minta uang jasa kepada Negara, malah mereka
merasa selalu berhutang jasa kepada negeri ini” kakek menambahkan
“Kalau dia pahlawan, seharusnya makamnya bukan disini tapi di depan sana
(sambil menunjuk Taman makam pahlawan Panaikang pas depan TPU)” seru
Alif
“seorang pahlawan tidak membutuhkan nisan yang megah, yang utama orang
itu mampu memberikan kebanggaan bagi bangsa dan negaranya” Jawab kakek
Sebelum beranjak pergi, kakek meletakkan sebuah potongan kertas yang
berisi potongan berita dari FIFA, sebuah gambar Ramang membawa bola
dengan judul “Indonesia Who Inspired’50s Meridian”.
|
Ramang di situs FIFA (FIFA.com) |
Salam