23 Agu 2013

Selimut Duka (In Memorial Wages Sastrawat 13 Juni 1981-31 Juli 2013)

Masih Rapuh. Sudah 18 hari saya ditinggal selamanya oleh adik tercinta, namun bayangan wajahnya belum bisa lepas dari pikiran. Rasa sedih kehilangan orang terdekat sangat sulit dilukiskan. Saya dihantui perasaan bersalah karena tidak berada disampingnya jelang detik-detik terakhir kehidupannya. Bagi saya dia bukan sekedar saudara tapi kawan seperjuangan dalam mengarungi kehidupan, bersama suka dan duka.

1376840364778943180 

31 Juli 2013 dibulan Ramadhan yang suci, saya mendapatkan kabar yang teramat pedih, adik saya Wages Sastrawat telah berpulang ke Rahamatullah. Padahal sehari sebelumnya saya masih mendapatkan kabar bahwa kondisinya masih cukup baik, masih sadar, masih bisa berkomunikasi dan masih bisa makan. Kematian adalah misteri ilahi dan sekaligus ujian keimanan bagi orang-orang yang dekat dengan TuhanNya. Sebelum pergi untuk selamanya, sekitar lima hari sebelumnya dia mengeluh sakit ke mama. Tidak ada firasat kalau sakit itu bukan sekedar sakit biasa. Walau sakit antusiasnya terhadap kehidupan sangat tinggi, katanya ini hanya penyakit ringan. 

Sampai sekarang, kami belum tahu pasti penyakit almarhum. Hasil lab (resume medis) belum sempat kami ambil, almarhum pergi lebih dahulu. Kemungkinan almarhum terkena Hepatitis B atau C atau mungkin juga peradangan Hati.

Terakhir saya ketemu dengan almarhum sekitar bulan April 2013, ketika itu kondisinya masih kelihatan sehat tidak mengeluh sakit, masih bersemangat bercerita tentang rumah kos yang baru saja dibangun. Kami sudah merencanakan akan memugar rumah warisan orang tua dan yang paling penting tentang rencana saya berlebaran dikampung bersama keluarga. Tahun lalu saya tidak sempat berlebaran dikampung karena kondisi saya yang habis sakit. Alhasil lebaran tahun ini terasa sepi tanpa senyum dan tawanya. Keluarga lebih mengkhawatirkan kondisi kesehatan saya, malah dua pekan sebelum almarhum pergi, dia sempat mengirim SMS ke saya untuk periksa kesehatan ke dokter. Dia sendiri yang sakit malah tidak ke dokter, ini salah satu yang saya sesalkan. Manusia merencanakan, Tuhan yang menentukan.

13768413161188343362
Kenangan masa kecil semasa TK 
Kedua orang tua saya cerai sekitar tahun 1987, saya dan almarhum ikut bapak sedangkan yang bungsu ikut mama.kami bersama sejak SD dari sekolah di Makassar, merantau di Kendari hingga kembali ke kampung  di Palopo. Di Palopo kami hidup berdua, hingga tamat sekolah dan kuliah di Makassar. Di Makassar kami tinggal sekamar selama kurang lebih 10 tahun sampai kami berpisah karena masing-masing menikah, saya tinggal di Makassar sedang almarhum di Palopo (8 jam dari Makassar). Almarhum bukan sekedar saudara bagi saya, tapi juga kawan sepenanggungan dalam suka dan duka. Semua kami lalui dengan penuh kesabaran. Almarhum memang termasuk orang yang sabar, bahkan ketika sakit dia tidak ingin penyakitnya diketahui orang lain. Tiap-tiap jiwa yang hidup pasti akan mati, ini hanya persoalan waktu, tiap manusia sudah punya giliran.

Komunikasi terakhir kami yaitu sekitar tanggal 26 Juli, saat itu saya SMS telah mengirim uang untuk THR mama dan kemenakan di kampung. Saat lebaran terakhir kami bersama, dua tahun lalu saya sempat bercanda ke almarhum untuk hati-hati dengan perutnya yang besar. Saya bilang, perut besar bukan pertanda makmur tapi bisa jadi sarang penyakit. Walau tidak gemuk, saya tidak nyaman melihat perut almarhum yang agak besar.

Kepergiannya menyisakan banyak kenangan, almarhum pergi meninggalkan seorang anak yang cakap dan sabar. Dia sangat sayang sama anak satu-satunya, mereka sangat dekat, hampir semua waktunya dia curahkan untuk Fahri nama anak almarhum yang berumur 4 tahun 9 bulan. Fahri bahkan lebih tegar dari kami menghadapi cobaan ini, saya tidak pernah melihat dia menangis mencari papanya, mungkin karena dia masih teramati kecil untuk memahami makna hidup. Kalau ditanya mana papa ?? si kecil Fahri menjawab singkat papa sudah mati ada di surga. Saat ke kuburannya, Fahri Kecil dengan lugu menyapa papanya “Saya datang papa”.

Kadang saya menyesal tidak bisa membaca isyarat dari Tuhan, saya tahu Tuhan sayang sama saya. Makanya ketika anak saya lahir tahun lalu dia memberi tanggal lahir yang sama dengan almarhum adik saya, 13 Juni. Mungkin Tuhan ingin berkata “adik mu ingin saya ambil kembali, saya gantikan dengan seorang anak yang akan menjadi penghiburmu”. Sayangnya sampai almarhum pergi, anak saya belum sempat ketemu omnya (paman), belum sempat merasakan gendongan almarhum yang dikenal sayang sama semua kemenakannya.

1376840726368619176
 Wages Sastrawat thn 2012
Sejak kepergiannya, saya mencoba mengumpulkan kembali jejak-jejak almarhum yang masih ada seperti foto dan video. Saya buka facebook almarhum yang penuh ucapan duka. Sayangnya almarhum sejak menikah termasuk orang yang tidak suka berfoto, saya kesulitan menemukan dokumentasi dirinya. Salah satu foto yang ada yaitu foto dalam balutan baju partai, beberapa saat sebelum pergi, almarhum sempat aktif disalah satu partai politik.

Kepergiannya memberi kami pelajaran, bahwa kematian tidak mengenal usia, yang muda dan kelihatan sehat bisa lebih dahulu pergi menghadap ilahi. Dan satu lagi bahwa penting untuk melakukan medical chek up minimal sekali setahun untuk melihat kondisi kesehatan. Jangan remehkan data-data medis, dan bila sakit segera lakukan pengobatan yang efektif dan segera ke dokter.

Kesedihan tidak lantas membuat kita larut terlalu lama, walau susah melapaskan diri dari rasa duka tapi hidup mesti terus berdetak. Ramadhan telah pergi bersama adik Wages, senyum dan tawanya masih terus ada dalam benak kami. Kematian adalah permulaan hidup yang abadi, sebelum dia datang perbanyak bekal karena akhir dari kehidupan sejati ada di kampung akhirat. Sampai jumpa saudaraku, kelak jika Allah mengizinkan kita akan dikumpulkan kembali ditaman Firdausnya yang Indah. Kami tidak akan pernah melupakanmu, amal dan doa kami selalu menyertai mu.

In Memorial Wages Sastrawat
(13 Juni 1981-31 Juli 2013)
Salam

Tidak ada komentar: