Masih Rapuh. Sudah 18 hari saya
ditinggal selamanya oleh adik tercinta, namun bayangan wajahnya belum
bisa lepas dari pikiran. Rasa sedih kehilangan orang terdekat sangat
sulit dilukiskan. Saya dihantui perasaan bersalah karena tidak berada
disampingnya jelang detik-detik terakhir kehidupannya. Bagi saya dia
bukan sekedar saudara tapi kawan seperjuangan dalam mengarungi
kehidupan, bersama suka dan duka.
31
Juli 2013 dibulan Ramadhan yang suci, saya mendapatkan kabar yang
teramat pedih, adik saya Wages Sastrawat telah berpulang ke
Rahamatullah. Padahal sehari sebelumnya saya masih mendapatkan kabar
bahwa kondisinya masih cukup baik, masih sadar, masih bisa berkomunikasi
dan masih bisa makan. Kematian adalah misteri ilahi dan sekaligus ujian
keimanan bagi orang-orang yang dekat dengan TuhanNya. Sebelum pergi
untuk selamanya, sekitar lima hari sebelumnya dia mengeluh sakit ke
mama. Tidak ada firasat kalau sakit itu bukan sekedar sakit biasa. Walau
sakit antusiasnya terhadap kehidupan sangat tinggi, katanya ini hanya
penyakit ringan.
Sampai sekarang, kami belum tahu pasti penyakit
almarhum. Hasil lab (resume medis) belum sempat kami ambil, almarhum
pergi lebih dahulu. Kemungkinan almarhum terkena Hepatitis B atau C atau
mungkin juga peradangan Hati.
Terakhir saya ketemu dengan almarhum
sekitar bulan April 2013, ketika itu kondisinya masih kelihatan sehat
tidak mengeluh sakit, masih bersemangat bercerita tentang rumah kos yang
baru saja dibangun. Kami sudah merencanakan akan memugar rumah warisan
orang tua dan yang paling penting tentang rencana saya berlebaran
dikampung bersama keluarga. Tahun lalu saya tidak sempat berlebaran
dikampung karena kondisi saya yang habis sakit. Alhasil lebaran tahun
ini terasa sepi tanpa senyum dan tawanya. Keluarga lebih mengkhawatirkan
kondisi kesehatan saya, malah dua pekan sebelum almarhum pergi, dia
sempat mengirim SMS ke saya untuk periksa kesehatan ke dokter. Dia
sendiri yang sakit malah tidak ke dokter, ini salah satu yang saya
sesalkan. Manusia merencanakan, Tuhan yang menentukan.
Komunikasi terakhir kami yaitu sekitar
tanggal 26 Juli, saat itu saya SMS telah mengirim uang untuk THR mama
dan kemenakan di kampung. Saat lebaran terakhir kami bersama, dua tahun
lalu saya sempat bercanda ke almarhum untuk hati-hati dengan perutnya
yang besar. Saya bilang, perut besar bukan pertanda makmur tapi bisa
jadi sarang penyakit. Walau tidak gemuk, saya tidak nyaman melihat perut
almarhum yang agak besar.
Kepergiannya menyisakan banyak kenangan,
almarhum pergi meninggalkan seorang anak yang cakap dan sabar. Dia
sangat sayang sama anak satu-satunya, mereka sangat dekat, hampir semua
waktunya dia curahkan untuk Fahri nama anak almarhum yang berumur 4
tahun 9 bulan. Fahri bahkan lebih tegar dari kami menghadapi cobaan ini,
saya tidak pernah melihat dia menangis mencari papanya, mungkin karena
dia masih teramati kecil untuk memahami makna hidup. Kalau ditanya mana
papa ?? si kecil Fahri menjawab singkat papa sudah mati ada di surga. Saat ke kuburannya, Fahri Kecil dengan lugu menyapa papanya “Saya datang papa”.
Kadang saya menyesal tidak bisa membaca
isyarat dari Tuhan, saya tahu Tuhan sayang sama saya. Makanya ketika
anak saya lahir tahun lalu dia memberi tanggal lahir yang sama dengan
almarhum adik saya, 13 Juni. Mungkin Tuhan ingin berkata “adik mu ingin
saya ambil kembali, saya gantikan dengan seorang anak yang akan menjadi
penghiburmu”. Sayangnya sampai almarhum pergi, anak saya belum sempat
ketemu omnya (paman), belum sempat merasakan gendongan almarhum yang
dikenal sayang sama semua kemenakannya.
Kepergiannya memberi kami pelajaran,
bahwa kematian tidak mengenal usia, yang muda dan kelihatan sehat bisa
lebih dahulu pergi menghadap ilahi. Dan satu lagi bahwa penting untuk
melakukan medical chek up minimal sekali setahun untuk melihat kondisi
kesehatan. Jangan remehkan data-data medis, dan bila sakit segera
lakukan pengobatan yang efektif dan segera ke dokter.
Kesedihan tidak lantas membuat kita
larut terlalu lama, walau susah melapaskan diri dari rasa duka tapi
hidup mesti terus berdetak. Ramadhan telah pergi bersama adik Wages,
senyum dan tawanya masih terus ada dalam benak kami. Kematian adalah
permulaan hidup yang abadi, sebelum dia datang perbanyak bekal karena
akhir dari kehidupan sejati ada di kampung akhirat. Sampai jumpa
saudaraku, kelak jika Allah mengizinkan kita akan dikumpulkan kembali
ditaman Firdausnya yang Indah. Kami tidak akan pernah melupakanmu, amal
dan doa kami selalu menyertai mu.
In Memorial Wages Sastrawat
(13 Juni 1981-31 Juli 2013)
Salam