|
Armada baru (Foto:Amril Arifin) |
Bagi sebuah perusahaan usia 62 tahun menandakan kematangan dan
pengalaman yang hebat dalam mengarungi persaingan bisnis. Berawal dari
kota kecil di jazirah Sulawesi bagian Selatan, Bone, sebuah perusahaan
otobus lahir dan mewarnai zaman. Kemunculan Cahaya Bone telah memperdek
jarak dan sekat di wilayah Sulawesi, menjadi petarung lintas Sulawesi
sejak tahun 1952. Sayangnya diusia yang matang tersebut, laju
pertumbuhan Cahaya Bone tidak secemerlang usianya.
Cahaya Bone telah
lama kehilangan cahayanya, tertutupi oleh kemegahaan perusahaan otobus
baru yang membawa bus mewah. Ajaibnya, ketika begitu banyak PO yang
tergilas zaman seperti Edi Jaya, Mammala, Sartika, Rajawali, Garuda,
Hadji Beddu Solo dan lain-lain, Cahaya Bone tetap bertahan walau
cahayanya meredup.
Kondisi tersebut mendorong manajemen baru bertindak cepat dengan
melakukan peremajaan beberapa kendaraan dan membuka rute baru yang
potensial. Optimisme dan langkah positif manajemen baru ini bagai oase
ditengah gurun yang tandus. Persaingan bus yang semakin ketat ditambah
ekspansi penerbangan murah (low cost carrier) yang semakin masif dan
kehadiran mobil angkutan plat hitam mendorong manajemen bekerja lebih
kreatif dan inovatif. Kini dengan dukungan beberapa armada baru dari
kelas travel, medium bus hingga bus besar, Cahaya Bone mantap menatap
persaingan.
Strategi ala Lorena
Di Indonesia sebelum munculnya penerbangan dengan label murah, jumlah
bus di Indonesia mencapai 200 ribu unit, kini jumlahnya menurun menjadi
197 ribu unit. Tiada jalan lain adalah dengan mensiasati kondisi
tersebut. Melawan tarif murah pesawat dengan rute yang sama adalah
sebuah blunder, bagaimana pun psikologis penumpang lebih memilih pesawat
yang lebih cepat. Seperti yang dilakukan PT Eka Sari Lorena Transport,
satu dari dua Perusahaan otobus yang mampu listing di Bursa Efek
Indonesia (BEI), salah satu caranya dengan membuka rute yang tidak
dilalui oleh penerbangan murah seperti Jakarta-Lubuk Linggau.
Langkah
ini sangat jitu dan terbukti mampu menarik penumpang yang tidak
dijangkau pesawat. Lorena saat ini mengoperasikan sekitar 500 bus
Mercedes Benz dengan empat kelas yaitu Super Eksekutif, Eksekutif, VIP,
dan Bisnis yang melayani lebih dari 60 kota tujuan di seluruh Indonesia.
Di bursa saham, Lorena dan Cipaganti saling kejar mengejar meraup
investor baru.
Bus Lorena (foto:flickr.com)
Melangkahi Bintang Timur
Bila membaca visi Cahaya Bone yang ingin menjadi perusahaan otobus
terbesar di Indonesia Timur, rumus sederhananya ialah Cahaya Bone cukup
mengalahkan PO. Bintang Timur yang dianggap sebagai PO terbaik di
Indonesia Timur. Jejeran bus baru yang elegan di jalan Perintis
Kemerdekaan bisa menjadi referensi. Yang ditawarkan oleh Bintang Timur
tiada lain bus-bus kelas atas dengan eksterior dan interior kelas wahid,
jangan dulu bicara soal pelayanan, mereka jauh dari rumus pemasaran.
Jangan membayangkan melihat CS dengan pakaian rapi dengan senyum yang
menggoda, boro-boro malah yang kita dapati adalah pelayan yang
berpakaian seadanya, memakai sandal jepit dan tutur kata jauh dari
standar memuaskan. Belum lagi
bus station yang sempit kalah
jauh dari milik Bintang Prima atau Manggala Trans. Tapi toh penumpang
tidak mempermasalahkan itu, bagai mereka yang penting penumpang merasa
nyamaan selama perjalanan dan bisa cepat sampai tujuan dengan perasaan
menyenangkan. Dan dari kenyamanan penumpang tersebut, mengalir sebuah
cerita dari mulut ke mulut, ini model iklan yang paling jitu dan murah.
Reposisi Cahaya Bone
Dengan dinamisnya persaiangan PO di Sulawesi Selatan maka peluang PO
lain untuk menggeser posisi yang sudah mapan terbuka lebar. Pada dekade
90-an, PO Litha & CO dianggap sebagai PO terbaik, masuk dekade 2000
kemapanan Litha digoyang dengan kemunculan PO baru yang membawa bus baru
berkelas Eropa seperti Marcedez Benz dan Scania. Maka munculah Bintang
Prima dengan bus unggulannya “Scania” sebagai raja dijalanan. Posisi
Bintang Prima sejak lama diintai pesaingnya. Sampai ketika Bintang Prima
lengah muncullah Bintang Timur yang mengusung “High Class” menyalip.
Dibelakang Bintang Timur dan Bintang Prima terdapat beberapa PO yang
siap menggeser seperti Bintang Marwah, Piposs, Manggala Trans, Metro
Permai dan Primadona, lalu dimana posisi Cahaya Bone ?
Selalu ada satu saat di masa lalu ketika pintu terbuka, dan masa depan
masuk ke dalamnya dengan leluasa.
(Deepak Chopra)
Melihat jumlah unit dan rute yang dilalui Cahaya Bone, masih butuh waktu
yang lama agar menjadi raja di Indonesia timur seperti visi mereka.
Rute gemuk seperti Makassar-Toraja PP atau Makassar-Palopo PP telah
sejak lama dikuasai oleh PO lain. Tiada cara lain selain berani membuka
rute baru di pulau Sulawesi seperti Makassar-Bulukumba PP, Barru-Toli
Toli PP dimana banyak perantau Bugis Barru tinggal atau ekspansi ke luar
seperti Kalimantan dan Jawa. Tentu dengan resiko yang besar, apalagi
Jawa sejak lama menjadi kue yang lezat bagi pemain transportasi,
mobilisasi orang di pulau ini adalah yang terbesar di Indonesia dan
Asean. Di sana telah hadir pemain lama yang berpengalaman seperti
Lorena, Cipaganti, Kramat Djati, Pahala Kencana, Sinar Jaya dan
lain-lain.
Tidak ada peluang tanpa resiko. Sebaliknya, resiko adalah konsekuensi
logis dari pilihan kita untuk menangkap setiap peluang. Ekspansi bisnis
dengan unit yang mentereng serta rute yang menjanjikan adalah sebuah
solusi terbaik untuk meningkatkan pendapatan. Laju Cahaya Bone
ditentukan sendiri oleh orang-orangnya, mereka yang akan menentukan arah
Cahaya Bone kelak. Kita tidak ingin melihat Cahaya Bone menjadi sebuah
museum, nostalgia masa lalu yang dikenang karena kehadirannya pada suatu
masa, tapi Cahaya Bone harus menjadi pilar dari kebanggaan transportasi
orang Bugis Makassar.
Salam