23 Des 2016

Senjakala Bumiputera

Sulit membayangkan sebuah perusahaan besar sekelas Bumiputera diberitakan masuk dalam pengawasan OJK. Padahal tahun 2015 lalu ratio RBC mereka masih hijau diatas 120%. Muncul beberapa analisa yang mengaitkan kondisi keuangan perusahaan dgn prilaku para karyawannya. Di bisnis asuransi permainan premi dan klaim sering menjadi ladang bisnis para agen dan karyawan.
Otoritas Jasa Keuangan membentengi Bank dan Asuransi dgn ratio minimal. Di Bank dikenal dengan istilah CAR (capital adequency ratio) atau ratio kecukupan modal, minimal 8%. Singkatnya begini bahwa perbandingan antara modal suatu bank terhadap asetnya (bobot berdasarkan rationya) minimal 8%. Perhitungan agak rumit karena aset punya bobot. Logika sederhananya (semoga gak salah) setiap rupiah dana kita dibank itu diakui sebagai aset bank, semakin banyak tabungan maka bank mesti menyiapkan tambahan modal minimal 8%.
Kalau di Asuransi di kenal dengan istilah RBC (Risk Based Capital) atau resiko kecukupan modal yah miriplah dengan bank tadi. RBC asuransi minimal 120%, artinya aset perusahaan 120% lebih banyak dari jumlah klaim. Persoalan timbul ketika mereka bermain main dengan laporan keuangan. Nilai aset dan modal sengaja dipermak cantik.
Salah satu cases yg terjadi pada salah satu asuransi umum syariah yg melaporkan nilai RBC nya pernah dilaporkan diangka 120%, nilai minimal dikatakan sehat. Kemudian bbrapa tahun masuk menjadi bagian sejarah sebagai asuransi umum syariah pertama dan harus di tutup. Contoh yg paling memalukan adalah kasus Lehman Brother dan Enron Corporation di USA, perusahaan memanupulatif laporan keuangannya dan keduanya meninggalkan kepahitan terhadap ratusan ribu karyawan, bangkrut ditengah pamor yg melejit.
Untuk perusahaan non keuangan ada yg dikenal dgn 4 ratio untuk melihat sehat atau sakitnya perusahaan. Salah satunya ratio solvabilitas yaitu kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajibannya apabila dilikuidasi. Salah satu rumus yg dipakai adalah Debt to equity ratio atau ratio utang terhadap modal, srandar industri beda beda bisa 90% bisa 75% tapi semakin kecil berarti semakin sehat. Perusahaan ibarat tubuh ada cek kesehatannya.
Kembali ke judul, Setidaknya ada 3 analisa yg membuat Bumiputera (asuransi tertua di indonesia) seperti skrg:
1. Gempuran asuransi asing dgn modal dan sistem manajemen yg hebat disinyalir jadi biang keroknya. Dengan jumlah penduduk 250 juta lebih, Indonesia adalah pasar asuransi yg menggiurkan.
2. Pemilihan investasi yang salah, bisnis asuransi adalah bisnis mengelola dana pihak ketiga untuk ditaruh dibanyak instrumen investasi baik saham maupun unit link. Salah memilihnya berarti kiamat.
3. Masalah internal, keengganan melakukan perubahan dan moral hazard adalah bom waktu kehancuran sebuah perusahaan. Di bisnis asuransi, belajar dan melakukan perubahan adalah senyawa kehidupan. Tiada salahnya menduplikasi kesuksesan asuransi besar seperti Prudential dengab sistem agencynya. Itu pula yg membuat salah satu asuransi jiwa syariah besar bisa tetap eksis karena memakai sistem agency.
****
Apakah nasib Bumiputera mengikuti nasib Bumi Asih? Waktu yang menjawab semuanya. Namun lonceng kematian semakin nyaring terdengar, nasib 6 juta nasabah menjadi taruhannya. Kali ini pemerintah hati hati mengambil langkah, tragedi Bank Century tentu tdk ingin terulang kembali.
Ditengah ekonomi melambat kabar tsb menambah PR pemerintah. Tentu kita berharap semuanya berakhir manis. Tetapi jangan takut berasuransi, pastikan memilih asuransi yg tepat. Kalau anda muslim dan anti riba pilihlah asuransi syariah.
Salam

Tidak ada komentar: